Menu

Mode Gelap
 

Kaba Pilihan · 8 Feb 2024 15:13 WIB ·

Menelusuri Jejak Rempah Kejayaan Pelabuhan Teluk Bayur


 Potret Pelabuhan Teluk Bayur tempo dulu. [Foto: Dok. Ist] Perbesar

Potret Pelabuhan Teluk Bayur tempo dulu. [Foto: Dok. Ist]

Padang, Kabapadang – Pelabuhan Teluk Bayur pernah jaya. Massa itu terjadi di masa lalu, saat bangsa penjajah Belanda masih berjaya mengeruk segala sumber daya alam Tanah Minangkabau.

Teluk Bayur terletak di Kota Padang, Provinsi Sumatra Barat (Sumbar), Indonesia. Pelabuhan yang masih eksis hingga saat ini dulunya memiliki sejarah panjang dan penting dalam perdagangan rempah-rempah. Pelabuhan yang sebelumnya bernama Emmahaven ini dibangun pada era kolonial Belanda antara tahun 1888 sampai 1893.

Dulunya, Pelabuhan Teluk Bayur berfungsi sebagai pintu gerbang antar pulau serta pintu gerbang arus keluar masuk barang ekspor-impor dari dan ke Sumatra Barat. Pelabuhan ini telah beroperasi sejak 1780-an selama Perang Inggris-Belanda. Pada masa itu, Pelabuhan Teluk Bayur menjadi pusat perdagangan Indonesia ke negara-negara seperti Samudra Hindia, Eropa dan Amerika.

Daya tarik Indonesia bagi bangsa luar sudah diketahui sejak beberapa abad lalu. Hal ini terutama karena kepemilikan bangsa ini akan komoditas istimewa, yakni rempah-rempah, yang tersebar melalui perdagangan lintas bangsa. Keistimewaan tempat ini bahkan turut tercatat dalam Suma Oriental, catatan milik petualang legendaris asal Portugis, Tome Pires. Ia menyebut Nusantara sebagai Kepulauan Rempah karena di tanah ini tumbuh banyak jenis rempah yang pada masanya begitu dicari dan lebih berharga daripada emas.

Hal ini sejurus dengan bangsa-bangsa dunia yang telah mengetahui Nusantara sebagai sumber komoditas rempah. Dari situ, bangsa Austronesia yang merupakan bagian peradaban bangsa Nusantara, menjadi semakin dikenal bangsa-bangsa besar lainnya.

Dilansir KabaPadang dari sebauh tulisan di laman jalurrempah.kemdikbud.go.id, pencarian bangsa asing terhadap rempah-rempah ini juga membuat banyak kepulauan di Nusantara pada akhirnya membentuk kota dagang. Terutama di daerah penghasil rempah, kota-kota strategis yang dilalui banyak pelaut lintas bangsa, hingga bagian pesisir yang menjadi tempat bersandarnya kapal.

Dampak dari era pelayaran ini pun turut memberi pengaruh di pantai barat Sumatera. Hal ini terjadi karena bagi masyarakat sekitar, rempah telah menjadi satu simbol penting bagi kehidupan mereka, dari mulai komoditas perdagangan, cita rasa, hingga falsafah hidup mereka. Sebagai efek dari perdagangan internasional yang tidak terelakkan, hubungan antarbangsa pun menjadi niscaya.

Rempah-rempah dari Sumatera pun menjadi daya tarik karena tidak bisa ditemukan di tempat lain. Jenis rempah tersebut adalah gambir (Uncaria), gaharu, dan kayu manis yang merupakan komoditas penting dan ditemukan di kawasan Minangkabau, yang meliputi Sumatera Barat, Bengkulu, dan separuh daratan Riau.

Dalam webinar bertajuk Minangkabau dan Peradaban Austronesia di Jalur Rempah Dunia, Ary Prihardhyanto Keim, seorang peneliti di LIPI menjelaskan bahwa rempah gambir menjadi produk Sumatera pertama yang diekspor. “Yang tercatat ekspor pertama kali justru dari Sumatera lewat gambir. Gambir ini termasuk ekspor pertama Indonesia dan luar. Bahkan, sampai sekarang India masih mengimpor gambir,” ujarnya.

Dengan eksotisme rempah gambir inilah beberapa titik di Sumatera Barat menjadi tempat singgah banyak bangsa untuk melakukan transaksi rempah-rempah. Beberapa titik perdagangan yang terkenal di pesisir barat Sumatera adalah Pelabuhan Tiku dan Teluk Bayur.

Untuk Pelabuhan Teluk Bayur, Gusti Adnan dalam makalah Lanskap Budaya Maritim Sumatera menulis, pasca kedatangan Belanda, menjadi titik berpindahnya perdagangan dari pesisir timur menuju pesisir barat, pernah menjadi pintu gerbang utama antarpulau yang menjadi arus keluar masuk barang ekspor-impor dari dan ke Sumatera Barat.

Pelabuhan Teluk Bayur merupakan salah satu pelabuhan kebanggaan Kota Padang yang sangat bersejarah. Pelabuhan yang sebelumnya bernama Emmahaven ini dibangun pemerintah kolonial Belanda antara 1888 sampai 1893. Pelabuhan ini juga pernah dikenal sebagai lima pelabuhan terbesar di Indonesia hingga tahun 1945.

Selain pelabuhan yang menjadi titik perdagangan, titik lain yang di Sumatera Barat yang juga penting adalah kawasan Kota Tua Padang. Pada masanya, tempat ini merupakan kegiatan perdagangan antarnegara, terutama di sekitar akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19.

Selain tempat ini, ada pula Pelabuhan Muaro yang masih berada di kawasan Kota Tua yang diketahui sebagai salah satu daerah tersibuk dan diyakini sebagai titik awal berkembangnya Kota Padang. Sejumlah bangunan peninggalan Belanda pun masih bisa ditemui di tempat ini, yakni di sepanjang Jl. Muaro, Pasa Gadang, Pasar Mudik, hingga daerah Pondok.

Selain bangunan dan arsitektur yang menjadi bukti peninggalan nyata bangsa asing, Jalur Rempah juga memiliki warisan bernilai berupa keragaman budaya dan munculnya masyarakat multietnik. Di kawasan Kota Tua Padang, nuansa peninggalan dari era keemasan perdagangan Nusantara juga dapat ditemui di tempat ini.

Kawasan Kota Tua Padang bahkan bisa disebut sebagai etalase yang menunjukkan keragaman budaya masyarakat Padang. Hal ini karena di tempat ini hidup masyarakat dari beragam etnik. Mulai dari India, Tionghoa, Melayu, Nias, Jawa, hingga Minangkabau, hidup rukun bergandengan dengan adat istiadat dan tradisinya masing-masing.

Di antaranya, masyarakat keturunan India yang berdiam di daerah Kampung Keling yang tiap tahunnya rutin mengadakan Serak Gulo, khusus untuk memberi penghormatan pada tokoh-tokoh muslim India berjasa besar. Selain itu, ada pula kawasan Pondok yang didominasi oleh etnik Tionghoa yang juga kerap menggelar tradisi menjelang perayaan hari besar, seperti Imlek atau Cap Go Meh.

Selain beberapa fakta di atas, hal lain yang tak bisa dilewatkan adalah kekhasan masakan Padang yang amat sangat kaya akan rempah. Dari mulai rendang, sate Padang, nasi kapau, itiak lado mudo, hingga teh talua. Hal ini pun menjadi bukti nyata bahwa rempah tidak hanya menyorot romantisisme masa lalu, melainkan juga membentuk apa yang terjadi hari ini.

Melalui seporsi masakan padang yang kaya rempah, terdapat banyak sejarah yang melingkupi, tentang dari mana rempah itu berasal, keterkaitan antara satu budaya dengan budaya lain, hingga pelbagai hal dari masa lampau yang memungkinkan masakan tersebut dapat tercipta dan hadir dalam seporsi makanan yang siap disantap.

Kosmopolitan yang terjadi di Padang juga tak lepas dari peran Jalur Rempah yang menjadikannya sebagai salah satu simpul. Dalam artikel bertajuk Jalur Rempah: Memuliakan Masa Lalu untuk Kesejahteraan Masa Depan, Ananto K. Seta menulis, “Memori Jalur Rempah diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran dan kebanggaan kolektif akan jati diri bangsa, sekaligus memperkuat kembali rajutan kebhinekaan Indonesia melalui interaksi budaya antardaerah yang telah dibangun sejak ribuan tahun lalu. Waktu telah membuktikan bahwa perjumpaan orang-orang di pelabuhan, misalnya, menjadi kesempatan bagi pertukaran informasi, pengetahuan, tradisi, dan seni… Kita saksikan pada saat ini, bagaimana masyarakat pada titik-titik Jalur Rempah, seperti Aceh, Kepulauan Riau, Medan, Jakarta, Semarang, dan beberapa kota lainnya terlihat menjadi begitu kosmopolitan.”

Baca juga:

Pada hari ini, kita dapat melihatnya lewat Pelabuhan Bayur, Kota Tua Padang, Perkebunan Rempah Gambir, kuliner khas Kota Padang yang kaya akan rempah, hingga beberapa landmark Sumatera Barat sendiri, seperti Jam Gadang di Bukittinggi yang merupakan pemberian Ratu Belanda, Masjid Jamik Taluak yang menggabungkan berbagai arsitektur berbagai bangsa, hingga Istana Pagaruyung yang menjadi simbol kekayaan orang-orang Minangkabau, yang pada masa lampau merupakan bagian dari kerajaan maritim di Nusantara, Sriwijaya. [R11]

Artikel ini telah dibaca 61 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Rohana Kudus: Perempuan Pembawa Perubahan dari Koto Gadang

21 April 2024 - 12:33 WIB

Amanah dalam Konteks Politik

10 Februari 2024 - 13:42 WIB

Polda Sumbar Ingatkan PHRI Turut Andil Berantas Narkotika

7 Februari 2024 - 10:55 WIB

Sekda Sumbar Dukung Kesembuhan Mahasiswi Pasbar

6 Februari 2024 - 14:50 WIB

Trending di Kaba Pilihan