Menu

Mode Gelap
 

Kaba Pilihan · 21 Apr 2024 12:33 WIB ·

Rohana Kudus: Perempuan Pembawa Perubahan dari Koto Gadang


 Ilhamni. Akademisi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Imam Bonjol. [Foto: Dok. Kabapedia.com] Perbesar

Ilhamni. Akademisi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Imam Bonjol. [Foto: Dok. Kabapedia.com]

Oleh: Ilhamni

Menyambut Hari Kartini, kita ingat dengan seorang pahlawan nasional perempuan Indonesia bernama Raden Ajeng Kartini yang lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879. Seorang perempuan Indonesia di era kolonialisme yang berperan dalam mengupayakan pencerahan di masanya bagi kalangan perempuan pribumi yang belum mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan.

Ia memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan di tengah budaya masyarakat dan diperkuat oleh penjajahan pada waktu itu belum memberikan ruang bagi perempuan untuk beraktifitas di ruang publik seperti sekarang.

Baca juga:

Sebagai anak seorang Bupati bernama Raden Mas Adipati Ario Sosoningrat, Kartini kecil sempat mengenyam pendidikan hingga usia 12 tahun di Europee Lagere School (ELS) sebuah sekolah yang hanya bisa diikuti oleh orang-orang Belanda dan pribumi kaya. Ia termasuk seorang perempuan yang rajin membaca buku, majalah dan surat kabar dengan kritis dan membandingkan kondisi perempuan di sekitarnya yang jauh tertinggal dengan kondisi perempuan Eropa yang sudah maju.

Baginya perempuan pribumi juga berhak mendapatkan hal sama terutama dari sudut pendidikan. Ia banyak menulis harapan-harapannya untuk perempuan pribumi dalam surat-surat yang dikirimnya ke teman-temannya di Eropa. Kemudian tulisan-tulisan ini dikumpulkan oleh JH Abendanon (Mentri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia-Belanda) menjadi sebuah buku dengan judul “Door Duisternist tot Licht” yang diterbitkan tahun 1911 kemudian kita kenal dengan “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Pada tahun 1912 didirikan sekolah Kartini oleh keluarga Van Deventer yang diperuntukkan bagi kaum perempuan dalam rangka meneruskan cita-cita dan menghormati jasa Kartini walaupun ia telah wafat pada tahun 1904 dalam usia 25 tahun.

Namun pada kesempatan ini, kita mencoba melihat substansi dari peringatan hari Kartini. Yaitu semangat perjuangan perempuan untuk bisa bangkit mengambil perannya dalam masyarakat dan berusaha untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik bagi kaum perempuan. Jika kita menelusuri informasi mengenai semangat dan perjuangan ini di kalangan bangsa Indonesia, maka kita bisa menemukan perempuan-perempuan Indonesia yang memiliki semangat seperti R.A Kartini mulai zaman penjajahan hingga Indonesia sudah menjadi negara yang merdeka. Salah seorang perempuan yang ikut andil melakukan perubahan ke arah kebangkitan Indonesia itu adalah Rohana Kudus.

Rohana Kudus, perempuan kelahiran Nagari Koto Gadang pada tanggal 20 Desember 1884. Secara administratif di Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam Sumatera Barat. Ibunya bernama Kiam dan ayahnya bernama Muhammad Rasjad Maharaja Sutan, salah seorang Hoofd Djaksa (Kepala Jaksa) dalam pemerintahan Kolonial Belanda. Nagari Koto Gadang berlokasi di dekat Ngarai Sianok dan juga Kota Bukittinggi. Dari Nagari Koto Gadang kita dapat menyaksikan pemandangan eksotis Gunung Merapi dan Gunung Singgalang yang tegak berdampingan. Selain keindahan alamnya, Nagari Koto Gadang menjadi tempat asal bagi beberapa tokoh besar di Indonesia seperti Haji Agus Salim seorang pahlawan pejuang kemerdekaan yang terkenal dan Sutan Syahrir seorang pejuang kemerdekaan, politikus dan Perdana Menteri pertama setelah Indonesia merdeka serta pernah menjadi Menteri Dalam Negeri Indonesia. Salah seorang pujangga ternama Chairil Anwar juga berasal dari Koto Gadang. Ketiga tokoh ini memiliki hubungan kekerabatan dengan Rohana Kudus.

Akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, hidup dan perkembangan pemikiran Rohana Kudus merupakan masa yang menjadi tonggak estafet bagi bangsa Indonesia dan memegang peranan penting dalam transformasi sosial, politik dan pendidikan serta dunia pers. Fase ini menjadi mata rantai semangat berjuang yang tinggi dan berkelanjutan bangsa Indonesia dalam rangka bangkit mencapai kemerdekaan tak terkecuali daerah Minangkabau (tempat Rohana Kudus dibesarkan). Sejarah kebangkitan ini telah banyak ditulis baik oleh kalangan sejarawan baik ‘insider’ maupun ‘outsider’.

Pada fase ini, dunia pendidikan Islam di seluruh Indonesia juga berkembang, terutama di daerah Minangkabau yang ditandai dengan berkembang pula lembaga dan sistem pendidikan tradisional dan modern berupa surau-surau dan madrasah-madrasah di berbagai tempat seperti Surau Parabek di Bukittinggi didirikan oleh Syekh Ibrahim Musa, Surau Jembatan Besi di Padang Panjang didirikan oleh H. Abdul Karim Amrullah, Surau Padang Japang Payakumbuh, Surau Jaho di Padang didirikan oleh H. M Jamil Jaho, Suaru Tanjuang oleh H. M Thaib Umar di Batusangkar, Surau Canduang Baso didirikan oleh Syekh Haji Sulaiman Ar-Rasuli dan lain sebagainya.

Selain itu, dunia percetakan juga mengalami kemajuan. Martin Van Bruinessen misalnya menyebutkan dalam bukunya “Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat” bahwa awal abad ke-20 terdapat lebih dari sepuluh penerbit muslim yang terdapat di beberapa kota di Minangkabau. Terdapat buku-buku dan majalah-majalah yang dicetak seperti di Kota Padang, Fort De Cock (Bukittinggi) dan Padang Panjang. Dunia pers juga mengalami perkembangan, ditandai dengan bermunculannya berbagai majalah seperti majalah populer “Al-Munir”.

Di tengah perkembangan dunia pendidikan dan pers tersebut, Rohana Kudus menyadari keterbatasan perempuan dalam mendapatkan akses terhadap hak-haknya, misalnya pendidikan dan pengetahuan serta pemberdayaan perempuan dengan keterampilan. Ia juga sering membandingkan ketertinggalan perempuan di sekitarnya dengan perempuan-perempuan Eropa dalam pendidikan dan keterampilan. Karena dorongan inilah, ia telah meletakkan dua hal besar tersebut dan berpengaruh terhadap perubahan kondisi perempuan di masanya sebagai respon terhadap kesadaran atas keterbatasan ruang perempuan.

Pertama, Rohana Kudus ingin membuka akses pendidikan bagi kaum perempuan. Ia sedari kecil tidak pernah mendapatkan pendidikan formal karena budaya masyarakat ketika itu belum bersahabat terhadap pendidikan perempuan. Walaupun demikian, ia belajar membaca, berhitung, belajar aksara Jawi dan Latin dengan istri jaksa teman ayahnya dan juga belajar secara mandiri. Ia juga sering diberikan oleh ayahnya majalah dan surat kabar. Di usianya kurang dari 10 tahun, ia sudah berusaha untuk mengumpulkan teman-teman kecilnya di serambi rumah untuk diajarkan membaca. Ia setelah itu mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) dalam rangka mengakomodir pendidikan dan memberikan keterampilan bagi kaum perempuan. KAS ini didirikan pada 11 Februari 1911. Rohana sendiri kemudian mengajarkan mereka membaca dan menulis, kemudian dalam perkembangannya mengajarkan juga pendidikan keterampilan, akhlak dan rumah tangga yang kemudian model pendidikannya diakui oleh Belanda. KAS menjadi wadah perkumpulan, pelatihan keterampilan, sekaligus tempat belajar pertama bagi perempuan.

Rohana Kudus memotivasi kaum perempuan untuk bisa meningkatkan dan mengembangkan serta melestarikan tradisi perhiasan pakaian yang sudah diwariskan secara turun temurun dalam sekolahnya. Ia juga menulis ide tersebut di dalam Surat Kabar Soenting Melajou dalam sebuah tulisan edisi ke-10 yang terbit 7 Agustus 1912 yang berjudul “Perhiasan Pakaian” sebagaimana dikutip Farrah Hanifah dkk. Kerajinan dalam sulam menyulam memang terkenal hingga saat ini di Nagari Koto Gadang dan dikenal juga dengan sulam Koto Gadang. Sulaman yang dibuat di baju atau selendang berbentuk aneka ragam bunga nan indah ini biasanya digunakan untuk pakaian-pakaian adat atau pesta. Di samping itu, Koto Gadang hingga saat ini juga dikenal dengan kerajinan perak. Dimana banyak rumah-rumah kerajinan berbentuk industri kecil tersebar di Nagari. Banyak turis lokal maupun asing melihat kerajinan yang ada di daerah ini, khususnya melihat gedung peninggalan bersejarah Kerajinan Amai Setia yang didirikan oleh Rohana Kudus.

Demikian Rohana Kudus memiliki harapan agar kaum perempuan mendapatkan perlakuan yang baik, sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia serta taat dalam beribadah. Semua itu menurutnya akan bisa didapatkan apabila perempuan berilmu pengetahuan dan berpendidikan.

Kedua, Rohana Kudus merupakan perempuan pelopor dalam dunia pers yang memang berkembang di masanya. Dunia ini notabene-nya diisi oleh laki-laki. Namun dengan semangat yang tinggi, ia ikut memperjuangkannya bagi kaum perempuan. Ia menginisiasi terwujudnya surat kabar yang dikelola oleh perempuan bernama “Soenting Melajou”. Surat kabar ini diakui sebagai surat kabar perempuan pertama di Indonesia. Ketertarikannya ke dunia pers berangkat dari keyakinan bahwa melalui goresan tulisan surat kabar akan dapat mempengaruhi banyak orang di berbagai tempat. Berbeda dengan mengajar, manfaatnya akan dirasakan secara langsung oleh anak didiknya saja.

Pada awalnya, Ia mengirim surat kepada Datuk Sutan Maharadja pimpinan redaksi Surat Kabar “Oetoesan Melajou” yang berada di Kota Padang untuk memberikan peluang tulis menulis bagi perempuan. Akhirnya berdirilah Surat Kabar “Soenting Melajou” yang diselenggarakan olehnya bersama Ratna Juwita Zubaedah. Surat Kabar ini terbit mingguan dengan edisi pertama kali terbit tanggal 10 Juli 1912 dan terhenti pada 8 Januari 1921. Surat Kabar ini memperbincangkan berbagai topik seperti pendidikan, ekonomi, agama dan sosial budaya yang berkaitan dengan perempuan. Ia tidak hanya dibaca di wilayah Minangkabau saja tapi menjangkau Sumatera hingga Singapura dan Malaka. Di antara tulisannya di “Soenting Melajou” yang mengedukasi perempuan adalah “Perhiasan Pakaian” terbit 7 Agustus 1912, Setia “Gerakan Perempuan Zaman Ini” terbit 23 Mei 1913, “Perempuan” terbit 15 Desember 1918 dan “Mencari Istri” terbit 19 Desember 1920.

Semangat perjuangan Rohana Kudus untuk memajukan kaum perempuan di masa yang sulit dalam bidang pendidikan dan pers, meskipun ia tidak mendapatkan pendidikan formal. Ia telah mampu melakukan perubahan dalam budaya masyarakat terutama perempuan ke arah yang lebih baik. Karena itu ia mendapatkan beberapa penghargaan. Rohana Kudus dikukuhkan sebagai wartawati pertama di Indonesia pada Hari Pers 9 Februari 1987. Ia juga meraih gelar sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2020. Dan ia telah wafat pada hari kemerdekaan 17 Agustus 1972, namun namanya tetap diabadikan pada “Kerajinan Amai Setia” dan “Soenting Melajou”. Kita bisa berkaca pada semangat perjuangan Rohana Kudus untuk memajukan perempuan. Semangat yang juga telah diperjuangkan oleh Kartini-Kartini Indonesia. [***]

Tentang Penulis: (Akademisi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Imam Bonjol – Email: [email protected]]

Artikel ini telah dibaca 48 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Amanah dalam Konteks Politik

10 Februari 2024 - 13:42 WIB

Menelusuri Jejak Rempah Kejayaan Pelabuhan Teluk Bayur

8 Februari 2024 - 15:13 WIB

Polda Sumbar Ingatkan PHRI Turut Andil Berantas Narkotika

7 Februari 2024 - 10:55 WIB

Sekda Sumbar Dukung Kesembuhan Mahasiswi Pasbar

6 Februari 2024 - 14:50 WIB

Trending di Kaba Pilihan